I. Tipe
atau Bentuk Organisasi
A. Organisasi Garis (Henry Fayol)
Organisasi Garis/Lini merupakan bentuk/struktur
organisasi yang memberikan wewenang dari atasan kepada bawahan dan
tanggungjawab ditujukan langsung dari bawahan kepada atasan. Bentuk ini sering diterapkan
pada bidang kemiliteran atau peruahaan yang berskala kecil.
Ciri-ciri Organisasi Garis/Lini
1. Adanya kesatuan Perintah
2. Pembagian Kerja jelas dan mudah dilaksanakan
3. Organisasi tergantung pada satu pemimpin
Kelebihan/Kebaikan
• Pengambilan keputusan cepat
• Pengendalian lebih mudah
• Solidaritas antar karyawan tinggi
Kekurangan/Kelemahan
• Pemimpin cenderung otokratis
• Ketergantungan kepada atasan sangat tinggi
• Membatasi kesempatan karyawan untuk berkembang
B. Organisasi garis dan staf (Harrington Emilson)
Kebijakan pimpinan sebelum dilimpahkann ke
bawahan diolah terlebih dahulu dengan memperhatikan saran-saran dari staf ahli.
Contohnya di Lembaga Sekolah Terdapat Wakil Kepala Sekolah.
Ciriciri :
1. Umumnya digunakan untuk organisasi besar
2. Bidang tugas beraneka ragam sehingga memerlukan bantuan staf.
3. Pengawasan dan Spesialisasi berkembang dengan baik
Kelebihan/Kebaikan
• Pembagian tugas jelas
• Mendorong timbulnya spesialisasi dan disiplin yang tinggi
• Penempatan orang pada tempat yang tepat
•
Koordinasi mudah dijalankan
Kekurangan/Kelemahan
• Membutuhkan biaya yang besar untuk operasionalnya
• Ditingkat operasinal tidak jelas antra perintah
dan nasehat
• Solidaritas antar karyawam rendah
C.
Organisasi Fungsional (Winslow Taylor)
Setiap kepala unit
dapat member perintah pada unit yang lainselama masih ada hubungan /sesuai
dengan bidang tugas dan fungsinya. Dalam struktur organisasi fungsional dikenal
adanya garis koordinasi/konsultatif.
II. Struktur Organisasi
Struktur organisasi
adalah bagaimana
pekerjaan dibagi, dikelompokkan, dan dikoordinasikan secara formal.
Elemen struktur organisasi
Ada enam elemen kunci yang perlu
diperhatikan oleh para manajer ketika hendak mendesain struktur, antara lain:
1. Spesialisasi pekerjaan. Sejauh mana
tugas-tugas dalam organisasi dibagi-bagi ke dalam beberapa pekerjaan
tersendiri.
2. Departementalisasi. Dasar yang
dipakai untuk mengelompokkan pekerjaan secara bersama-sama.
3. Departementalisasi dapat berupa
proses, produk, geografi, dan pelanggan.
Rantai komando. Garis wewenang yang
tanpa putus yang membentang dari puncak organisasi ke eselon paling bawah dan
menjelaskan siapa bertanggung jawab kepada siapa.
4.Rentang kendali. Jumlah bawahan yang
dapat diarahkan oleh seorang manajer secara efisien dan efektif. Sentralisasi
dan Desentralisasi. Sentralisasi mengacu pada sejauh mana tingkat pengambilan keputusan
terkonsentrasi pada satu titik di dalam organisasi. Desentralisasi adalah lawan
dari sentralisasi. Formalisasi. Sejauh mana pekerjaanpekerjaan di dalam
organisasi dibakukan.
III. Dinamika Konflik
Konflik
Segala macam interaksi pertentangan atau
antagonistik antara dua atau lebih pihak. Timbulnya konflik atau pertentangan
dalam organisasi, merupakan suatu kelanjutan dari adanya
komunikasi
dan informasi yang tidak menemui sasarannya. Konflik dilatar belakangi oleh
perbedaan ciri-ciri yang di bawa individu dalam suatu interaksi.
Jenis dan Sumber Konflik
·
Jenis -
Jenis Konlik :
§ Person rile conflict : konflik peranan yang terjadi
didalam diri seseorang.
§ Inter rule conflict : konflik antar peranan, yaitu
persoalan timbul karena satu orang
menjabat satu atau lebih fungsi yang saling bertentangan.
§ Intersender conflict : konflik yang timbuk karena
seseorang harus memenuhi harapan beberapa
orang.
§ Intrasender conflict : konflik yang timbul karena disampaikannya
informasi yang saling bertentangan.
Selain pembagian jenis konflik
di atas masih ada pembagian jenis konflik yang dibedakan menurut pihak- pihak
yang saling bertentangan,
yaitu :
¯ Konflik dalam diri individu
¯ Konflik antar individu
¯ Konflik antar individu dan
kelompok
¯ Konflik antar kelompok dalam
organisasi yang sama
¯ Konflik antar organisasi
Individu-individu dalam
organisasi mempunyai banyak tekanan pengoperasian organisasional yang menyebabkan
konflik. Secara lebih konseptual litteral mengemukakan empat penyebab konflik organisasional,
yaitu :
-
Suatu situasi dimana tujuantujuan
tidak sesuai
-
Keberadaan peralatanperalatan yang tidak cocok
atau alokasialokasi sumber daya yang tidak sesuai
-
Suatu masalah yang tidak
tepatan status
-
Perbedaan presepsi
-
Didalam organisasi terdapat
empat bidang structural, dan dibidang itulah konflik sering terjadi, yaitu :
* Konflik hirarkis adalah
konflik antar berbagai tingkatan organisasi
* Konflik fungsionala adalah
konflik antar berbagai departemen fungsional organisasi
* Konflik linistaf adalah
konflik antara lini dan staf
* Konflik formal informal
adalah konflik antara organisasi formal dan organisasi informal.
Sumber Konflik
·
Kebutuhan
untuk membagi (sumber dayasumber daya) yang terbatas
·
Perbedaanperbedaan
dalam berbagai tujuan
·
Saling
ketergantungan dalam kegiatakegiatan kerja
·
Perbedaan
nilainilai atau presepsi
·
Kemandirian
organisasional
·
Gayagaya
individual
·
Strategi
Penyelesaian Konflik Mengendalikan konflik berarti menjaga tingakat konflik
yang kondusif bagi perkembangan organisasi sehingga dapat berfungsi untuk
menjamin efektivitas dan dinamika organisasi yang optimal. Namun bila konflik
telah terlalu besar dan disfungsional, maka konflik perlu diturunkan
intensitasnya, antara lain dengan cara :
1.
Mempertegas atau menciptakan tujuan bersama. Perlunya dikembangkan tujuan kolektif
di antara dua atau lebih unit kerja yang dirasakan bersama dan tidak bisa
dicapai suatu unit kerja saja.
2.
Meminimalkan kondisi ketidaktergantungan. Menghindari terjadinya eksklusivisme
diatara unit-unit kerja melalui kerjasama yang sinergis serta membentuk koordinator
dari dua atau lebih unit kerja.
3.
Memperbesar sumbersumber organisasi seperti : menambah fasilitas kerja, tenaga
serta
anggaran
sehingga mencukupi kebutuhan semua unit kerja.
4.
Membentuk forum bersama untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah bersama.
Pihak-pihak yang berselisih membahas sebab-sebab konflik dan memecahkan
permasalahannya atas
dasar
kepentingan yang sama.
5.
Membentuk sistem banding, dimana konflik diselesaikan melalui saluran banding
yang akan
mendengarkan
dan membuat keputusan.
6.
Pelembagaan kewenangan formal, sehingga wewenang yang dimiliki oleh atasan atas
pihak-pihak yang berkonflik dapat mengambil keputusan untuk menyelesaikan
perselisihan.
7.
Meningkatkan intensitas interaksi antar unit-unit kerja, dengan demikian
diharapkan makin sering pihak-pihak berkomunikasi dan berinteraksi, makin besar
pula kemungkinan untuk memahami kepentingan satu sama lain sehingga dapat
mempermudah kerjasama.
8.
Meredesign kriteria evaluasi dengan cara mengembangkan ukuranukuran
prestasi
yang dianggap adil dan acceptable dalam menilai kemampuan, promosi dan balas
jasa.
IV. MOTIVASI
Motivasi
proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan
ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.
Tiga elemen utama dalam definisi ini diantaranya
adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Berdasarkan
teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan teori Y Douglas McGregor
maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah 'alasan' yang mendasari
sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan
memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang
sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya
yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat
yang seringkali disamakan dengan 'semangat', seperti contoh dalam percakapan
"saya ingin anak saya memiliki
motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut
menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu
dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada
yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan
motivasi sama dengan semangat.
V. Teori Motivasi
1.
Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori
motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada
pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
(1)
kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus,
istirahat dan sex;
(2)
kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi
juga mental,
psikologikal dan intelektual;
(3)
kebutuhan akan kasih sayang (love needs);
(4)
kebutuhan akan harga diri (esteem needs) yang pada umumnya tercermin dalam
berbagaisimbol-simbol status; dan
(5)
aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi
seseorang
untuk mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya sehingga
berubah menjadi kemampuan nyata.
2.
Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk
mencapai prestasi
atau
Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai
dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip
oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan
sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau
mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal
tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku.
Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak
untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak
lain.
Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut
McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers)
memiliki tiga ciri umum yaitu :
(1) sebuah preferensi untuk mengerjakan
tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat;
(2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja
mereka timbul karena upaya-upaya mereka
sendiri, dan bukan karena faktor-faktor
lain, seperti kemujuran
(3) menginginkan umpan balik tentang
keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan
dengan mereka yang berprestasi rendah.
3. Teori Clyton Alderfer
(Teori “ERG)
Teori
Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG” dalam teori
Alderfer merupakan huruf-huruf
pertama dari tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R
= Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth
(kebutuhan akan pertumbuhan)
Jika makna tiga istilah
tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual
terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan
Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan
kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan
ketiga dan keempat
menurut konsep Maslow dan
“Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua,
teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan
pemuasannya
4.
Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi
penting dalam
pemahaman
motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua
Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau
“pemeliharaan”.
Menurut
teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong
berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri
seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan
adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang
berarti
bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam
kehidupan seseorang.
5.
Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia
terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi
kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang
pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan
dapat terjadi, yaitu : Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih
besar, atau Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas
yang menjadi tanggung jawabnya.
6.
Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan
memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :
(a) tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
(b) tujuan-tujuan mengatur upaya;
(c) tujuantujuan meningkatkan persistensi; dan
(d) tujuan-tujuan menunjang strategistrategi dan rencana-rencana
kegiatan. Bagan
berikut ini
menyajikan tentang model instruktif tentang penetapan tujuan.
7. Teori Victor H. Vroom
(Teori Harapan )
Victor H.
Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu
teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi
merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan
yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya
itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan
tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya. Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan
berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh
sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk
memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal
yang di
Sumber
:
http://andrewsantiagoo.blogspot.com/2013/05/dinamikakonflik.html
0 komentar:
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.